Monday, June 13, 2011

ANTIMALARIA

Malaria adalah sejenis penyakit menular yang menginfeksi sekitar 350-500 juta orang dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian setiap tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara. penyakit ini selain menyerang manusia juga menginfeksi burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Untuk penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter militer Prancis Charles Louis Alphonse Laveran mendapatkan Penghargaan Nobel untuk Fisiologi dan Medis pada 1907.

Obat antimalaria diklasifikasikan menurut kerjanya pada berbagai tahap siklus hidup parasit. Obat yang digunakan untuk mengatasi serangan malaria disebut zat skizontisidal. Misalnya klorokuin, kina, dan kombinasi pirimetamin dengan sulfonamid. Kesembuhan klinis yang dicapai dengan obat ini terjadi melalui penyingkiran parasitemia aseksual. Hal ini berarti bahwa penderita belum sepenuhnya bebas dari parasit yang berada diluar eritrosit yang beredar, yaitu yang berada di jaringan retikuloendotelial hati dan limpa.

Pada malaria falsiparum dan malaria malariae, tidak dikenal bentuk eksoeritrosit sehingga elliminasi parasit dari darah berarti kesembuhan klinis dan kesembuhan radikal. Untuk malaria vivax dan malaria ovale dibutuhkan terapi tambahan untuk eliminasi parasit di jaringan. Untuk tujuan ini obatnya ialah primakuin.

Untuk mengatasi malaria falsiparum yang resisten klorokuin, terapi dimulai dengan kina secara oral, atau suntikan intra vena pada kasus yang berat; dengan kombinasi pirimetamin-sulfadoksin diberikan bersamaan atau dalam 3 hari. Tetrasiklin dapat digunakan sebagai alternatif kina.

ANTI EPILEPSI – ANTIKONVULSI

Konvulsi adalah manifestasi gangguan local atau umum pada otak. Epilepsy ini dapat terjadi karena adanya cacat bawaan, penyakit degeneratif, trauma SSP, anoksia, demam, gangguan metabolik, epilepsi, anafilaksasi, neo plasma, penyakit serebrovaskuler, keracunan dan gejala putus alkohol atau obat lain.

Penyakit yang melandasi konvulsi mungkin tidak dapat disembuhkan tetapi konvulsi selalu dapat dikendalikan. Sesekali konvulsi sukar dikendalikan sehingga diperlukan tindakan khusus yaitu memberikan anestesi umum.

Epilepsi ialah gangguan konvulsi kronik: yang paling umum ditemukan ditandai dengan serangan berulang gejala yang disertai konvulsi dan hilangnya kesadaran, yang sering dikenal sebagai tipe grand mal. Serangan berulang penurunan kesadaran, sesaat (beberapa detik) disebut tipe petit mal, juga dikenal tipe lain, misalnya tipe fokal-temporal yang memperlihatkan gejala kejang fokal.

Pemilihan obat terutama didasarkan pada tipe serangan dan bukan karena berdasarkan etiologi penyakit; pertimbangan lain adalah umur dari pasien/ penderita, dan bagaimana respon terhadap pengobatan yang diberikan terdahulu dan efek samping obat.

Fenitoin dan karbamazepin merupakan obat yang mengatasi epilepsi tipe grand mal. Karbamazepin dan fenitoin hampir tidak menimbulkan efek sedasi.

Fenobarbital selain lebih disukai pada anak-anak sebagai alternatif fenitoin yang efek sampingnya lebih berat, juga dapat ditambahkan pada regimen fenitoin yang belum dapat mengendalikan konvulsi.

ANTI ARITMIA

Aritmia jantung ialah gangguan yang terjadi pada ritme kerja jantung yang disebabkan oleh gangguan pembentukan impuls listrik, konduksi impuls atau terjadi gangguan pada kedua-duanya. Pembentukan impuls ini terganggu bila fungsi pacu jantung yang normal (nodus SA) diambil alih oleh sel atrium, nodus AV atau yang disebut system purkinye. Hal ini tersebut bila terjadi impuls di tempat yang lain meningkat karena adanya gangguan konduksi. Gangguan konduksi menyebabkan impuls yang normal dating terlambat atau mengalami blockade. Pada situasi khusus dapat terjadi blockade pada satu arah sehingga impuls kembali ketempat awal/ asal lewat jalan retrograde, yang menyebabkan gerak lingkar yang menetap. Kecepatan konduksi dan masa refrakter sangat menentukan, apakah aritmia terjadi akibat gerak lingkar akan menetap.

Obat anti aritmia mengembalikan ritme jantung menjadi normal berdasarkan pengaruh terhadap kecepatan pembentukan impuls di nodus SA serta pengaruh kecepatan konduksi dan masa refrakter di sel-sel jantung lainnya.

Walaupun mekanisme kerja obat menyarankan aksi yang logis atau bisa diterima secara nalar, tetapi dalam kenyataannya pemilihan obat ini sangat sukar untuk ditentukan dan harus dicari dari pengalaman dan apabila memungkinkan perlu dengan bantuan alat holter, dan uji elektrofisiologik jantung.

Untuk takiaritmia digunakan kinidin, lidokain, prokainamid, propanol ol, dan verapamil, sedangkan untuk bradiaritmia dapat digunakan atropine dan efedrin. Kedua-duanya hanya harus dilakukan tindakan bila fungsi jantung sebagai pompa terancam terganggu.

ANTI ANGINA

Angina pectoris, merupakan gejala utama penyakit iskemia jantung, hal ini terjadi bila kebutuhan oksigen miokardium kurang dari pengadaan yang dilakukan oleh arteria koroner. Nyeri angina yang sering terasa yaitu berupa nyeri mendadak yang hebat, yang menekan pada daerah sub-eksternal/ pre kordinal yang terus menjalar ke bahu dan fleksor pada lengan kiri. Nyeri yang terjadi secara umumnya disebabkan oleh adanya aktifitas fisik, emosi, makan, dan seringkali terkait dengan adanya depresi segmen—ST elektrokardiogram. Hal ini disebabkan karena aliran darah koroner berkurang, karena adanya penyempitan pembuluh darah akibat spasme dan/ atau proses arteriosklerosis.

Obat angina dibagi menjadi 2 kelompok;

Kelompok pertama, yaitu untuk mengatasi atau mencegah serangan akut.

Kelompok kedua, yaitu untuk mencegah/ atau mengurangi jumlah serangan angina (pencegahan dalam jangka panjang).

Untuk mengatasi atau mencegah serangan akut angina pectoris, digunakan preparat nitrat organic kerja pendek, yaitu nitrogliserin sub-lingul dan isosorbid dinitrat sublingual.

Untuk pencegahan jangka panjang digunakan nitrat kerja panjang, yaitu preparat nitrat oral atau topical, beta-blocker (seperti propranolol, dan antagonis kalsium, diltiazem, verapamil dan nifedipin). Nitrat kerja panjang seringkali menimbulkan toleransi terhadap efek terapi. Untuk angina dengan spasme koroner yang dominan, antagonis kalsium merupakan obat yang terpilih, seddangkan beta-bloker merupakan kontra indikasi. Untuk “angina of effort”, beta-bloker sama efektifnya dengan antagonis kalsium, pilihan tergantung dari kondisi pasien.

ANALGESIK ANTIPIRETIK




Dalam golongan ini termasuk obat penghilang nyeri sedang atau nyeri ringan, penurun suhu demam, dan beberapa diantaranya berefek anti inflamasi.

Rasa sakit dan nyeri merupakan kondisi dan pengalaman sensoris dan emosi tidak mengenakkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sedang terjadi ataupun yang berpotensi dapat terjadi. Perasaan sakit bukanlah penyakit namun merupakan suatu perasaan subjektif yang memberi tanda bahwa ada ya

ng salah dalam tubuh seseorang.

Dugaan kerja aspirin (asam asetisalisilat) dan parasetamol (asetaminoren)

terhadap nyeri adalah efek perifer, sedangkan efek antipiretik diperkirakan pada hipotalamus (pusat pengaturan suhu tubuh). Efek anti inflamasi obat analgesik-antipiretik juga bersifat perifer dan diduga berdasarkan penghambatansintesis prostaglandin. Prostaglandin dapat mengurangi nyeri, juga menaikkan suhu tubuh, diduga efek antipiretik obat ini juga menghambat sintesis prostaglandin pada hipotalamus, vasodilatasi perifer meningkatkan peredaran darah dan keringat, sehingga panas hilang.

Dari peneitian disimpulkan bahwa dismenore diakibatkan meningkatnya produksi prostaglandin pada endometrium. Penghambat sintesis prostaglandin berkhasiat pada dismenore, sedang yang kurang menghambat sintesis seperti parasetamol menjadi kurang efektif.

Analgesik secara umum, efektif menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan lain-lain terutama pada nyeri integumen. Nyeri ringan dan sedang pada pasca persalinan dan pasca bedah, dismenore dan beberapa nyeri pada daerah visera responsive juga terdapat obat ini. Golongan obat ini tidak berguna untuk nyeri hebat; kadang-kadang dosis besar pada beberapa penderita bias efektif. Golongan obat ini terpilih untuk mengatasi demam.

Pilihan analgesic tergantung dari efektivitas dan keamanan bagi penderita, efek samping, sediaan, dan juga respon yang terjadi pada pasien. Yang paling banyak digunakan dari golongan ini adalah aspirin dan parasetamol. Efek analgesic dan antipiretiknya sebanding tetapi perbedaannya pada efek farmakologi dan efek samping dimana yang satu lebih disukai daripada yang lain. Asam meffenamat tidak lebih efektifdaripada aspirin atau analgesic lainnya, sedang efek sampingnya lebih serius.

Indometasin, fenilbutazon dan oksifenbutazon berefek analgesic dan antipiretik, tetapi tidak digunakan sebagai analgesic umuum karena keamanannya yang lebih sempit daripada parasetamol dan asetosal.

Mengenai dipiron tidak terdapat bukti kuat bahwa obat ini lebih kuat daripada efek anakgesiknya daripada parasetamol dan asetosal.

Wednesday, June 8, 2011

ANALGESIK OPIOID


Obat-obatan yang termasuk golongan ini berasal dari sediaan opium (morfin dan derivatnya), derivat semisintetik dan zat sintetik, yang memperlihatkan efek analgesik serupa dengan morfin.
Dalam dosis terapi obat golongan analgesik opioid dapat mengatasi rasa sakit hebat tanpa efek depresi yang menyeluruh terhadap susunan saraf pusat seperti pada anastesi umum
, tetapi dalam dosis besar/ banyak
morfin bersifat depresan umum. Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgesik opioid kecuali sensasi pada kulit.

Harus berhati-hati dalam penggunaan obat analgesik opioid ini, karena besarnya resiko ketergantungan obat dan adanya kecenderungan disalah gunakan (abuse, narkotik). Obat ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark), tanpa adanya indikasi yang kuat tidak dibenarkan penggunaannya secara kronik.
Penggolongan analgesik opioid sebagai berikut:
1. Alkalooid alam, misalnya morfin, kodein, dan tebain.
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang be
rasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
2. Derivat semisintetik, misalnya heroin, apomorfin, oksikodon.
3. Derivat sintetik, misalnya meperidin, metadon, propoksifen, dan fentanil.

Disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan opioid diindikasikan pada penyakit kanker stadium lanjut. Kenapa hal ini dilakukan? karena pada kanker stadium lanjut membuat penderita merasa lebih ringan dan tertahankan ("bearable")